Responsif Kemacetan Kota



SETELAH enam bulan bergeming menanggapi keluhan masyarakat, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) akhirnya membongkar pembatas jalan (median jalan) yang berada di Jalan RA Kartini, persis di depan Tugu Juang, Jumat (19/8/2016) siang.

Pembongkaran itu sesuai dengan rekomendasi hasil audit Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan surat No. AJ.401/II/X/ORJD/2016 tertanggal 16 Agustus 2016 yang ditandatangani Dirjen Perhubungan Darat Pudji Hartanto Iskandar.

Surat tersebut memaparkan tiga poin penting. Pertama, mengembalikan akses jalan dari Jalan Kartini menuju Jalan Raden Intan yang telah diubah Pemkot Bandar Lampung sejak 23 Februari 2016 lalu dengan membongkar taman yang ada. Kedua, memfungsikan kembali akses jalan menuju RSUDAM dan Jalan Teuku Umar yang ditutup sebagian.

Ketiga, mengoperasikan kembali sistem area traffic control system (ATCS) yang merupakan aset Kemenhub, yakni mulai dari simpang RSUDAM dan simpang Tugu Juang Bandar Lampung. Intinya, Kemenhub memerintahkan Pemkot mengembalikan rekayasa lalu lintas ke kondisi semula.
Pemkot Bandar Lampung pun cukup responsif terhadap surat Kemenhub tersebut dengan langkah awal membongkar pembatas jalan di depan Tugu Juang, agar akses lalu lintas dari Jalan Kartini bisa langsung ke Jalan Kotaraja tanpa harus memutar ke RSUDAM.

Harus tegas kita katakan respons Pemkot tersebut sebagai langkah positif. Artinya, Pemkot tidak hanya mengindahkan rekomendasi Kemenhub, tetapi lebih penting lagi Pemkot juga telah mendengarkan kembali suara rakyat Lampung yang selama ini dibuat �berkeringat� akibat rekayasa yang terjadi.

Tidak ada kata terlambat bagi kebijakan yang sejalan aspirasi masyarakat. Pembongkaran itu sekaligus mematahkan anggapan publik selama ini yang mengasumsikan Pemkot antikritik, arogan, dan kebal terhadap aspirasi publik. Tidak ada pihak dimenangkan atau dikalahkan dalam hal ini.

Namun, bukan berarti Pemkot lantas berhenti mengatasi macet. Pengembalian rekayasa lalu lintas ke jalur semula itu tentu saja tidak serta-merta mengatasi kemacetan yang terjadi, mengingat kian padatnya jumlah kendaraan yang ada. Namun, setidaknya dapat mengurangi alur kepadatan yang ada.
Solusi dari kepadatan dan kemacetan yang terjadi di Kota Tapis harus tetap dicari, baik untuk kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan itu tentu berdasar pada pengelompokan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pemerintah terhadap status jalan yang ada.

Pengelompokan jalan bertujuan memberi kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah. Itu mengapa jalan umum di negeri ini menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

Semua pihak berkompeten harus duduk bersama membahas persoalan kepadatan dan kemacetan di Kota Bandar Lampung. Sebab, penerapan solusi semisal pembangunan jalan lingkar kota justru membutuhkan sinergi dan kerja sama semua pemangku kebijakan, tidak bisa sendiri-sendiri. Wujudkan Bandar Lampung menuju kota metropolitan. n

sumber :https://goo.gl/JzZmwm
Previous
Next Post »
0 Komentar