Banyak Jalan Menuju Surga

Banyak Jalan Menuju Surga


JALAN menuju surga, menurut sejumlah agama, tidak tunggal. Dalam agama Hindu, dikenal ada tiga jalan utama menuju surga, yaitu penyatuan diri secara spiritual dengan Tuhan. Pertama, yana yoga, yaitu melalui pemahaman dan penghayatan mendalam yang dalam Islam mirip dengan istilah makrifat. Jalan ini lebih efisien dan efektif, tetapi amat sulit dicapai orang-orang awam. Diperlukan perenungan mendalam atau kontemplasi yang sangat tinggi untuk mencapai puncak melalui jalur ini.

Kedua, karma yoga, yaitu melalui praktik ajaran berupa amalan-amalan berupa fisik, seperti ibadah-ibadah formal dan ritual. Ketiga, bhakti yoga, yaitu melalui amal-amal sosial yang diniatkan sebagai ibadah.
Seseorang bisa mempunyai pilihan terbaik sesuai dengan kemampuannya untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Tuhan. Jika tidak sanggup melalui cara pertama, bisa memilih melalui cara kedua atau ketiga, walaupun juga tidak tertutup menggabungkan ketiga-tiganya, tentu itu paling sempurna.

Dalam Islam, terdapat sejumlah ayat dan hadis mengisyaratkan adanya banyak jalan menuju ke surga, tetapi jalan-jalan itu tetap ada substansi ajaran yang harus menjadi jalan universal dan standar yang harus dilewati atau wajib diakomodasi di dalamnya, yaitu apa yang disebut dengan rukun iman dan rukun Islam.
Jalan mana pun yang dipilih, yang bersangkutan harus tetap berpegang teguh kepada standar tersebut. Sesufi apa pun seseorang harus menginternalisasikan unsur fikih di dalam dirinya. Sebaliknya, sekuat apa pun fikihnya, tetap harus menginternalisasikan unsur tasawuf di dalamnya.

Yang paling ideal ialah menggabungkan di antara keduanya seperti ditegaskan Ibn 'Atha'illah, "Man tafaqqaha wa lam yatashawwafa faqad tfassaqa wa man tashwwufa wa lam yatafaqqah faqad tadzandaq, wa man jama'ah baina huma faqad tahaqqaqah (Barang siapa yang berfikih tanpa bertasawuf, maka ia fasik. Barang siapa bertasawuf tanpa berfikih, maka ia zindik (tersesat). Barang siapa yang mengintegrasikan keduanya, itu yang benar)."

Teladan Yakub-Yusuf
Ada sebuah pernyataan menarik juga yang perlu disimak di dalam Alquran, yaitu "... janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain, namun aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allah."

Nasihat Nabi Yakub kepada anak-anaknya itu menarik untuk diperhatikan. Sang ayah terkesan demokratis dan jauh dari kesan fanatisme. Ia memberikan kemerdekaan penuh kepada anak-anaknya, tetapi ia tetap menekankan arti sebuah tanggung jawab dan tawakal kepada Tuhan. Kemerdekaan tanpa tanggung jawab akan melahirkan kebablasan dan tanggung jawab tanpa tawakal kepada Tuhan akan melahirkan keangkuhan dan kesombongan.

Nasihat ini memberi warna terhadap kebijakan sang anak, Nabi Yusuf, ketika menjadi pemimpin negeri Mesir. Ketika negara-negara asing menyatakan ketergantungan pangannya kepada negeri Mesir akibat kemarau berkepanjangan, Nabi Yusuf tidak membawa negerinya sebagai negeri angkuh yang mendiktekan berbagai kepentingannya kepada negara sekutu. Ia malah memberikan kelonggaran untuk membangun perekonomian negeri mereka yang sedang morat-marit.

Memutlakkan pendapat sendiri justru bisa kontraproduktif dengan tujuan yang hendak dicapai. Dialog ialah cara yang paling sering dicontohkan di dalam Alquran dalam menyelesaikan masalah. Allah swt yang kita kenal Mahakuasa juga tetap mencontohkan dialog. Ironisnya, dialog bukan hanya dengan hambanya yang baik seperti malaikat dan manusia, Allah swt juga berdialog dengan iblis.

Yang paling menakjubkan dari Nabi Yusuf ialah kemampuan untuk memaafkan orang-orang yang pernah bermaksud jahat terhadapnya meskipun itu ialah saudara kandungnya sendiri. Ketika memanggil dan menerima saudara-saudaranya dalam suasana dramatis, Nabi Yusuf tidak tergambar sedikit pun rasa dendam di wajahnya. Padahal, merekalah yang pernah dengan keji melemparkannya masuk ke dasar sumur.

Untung saja Yusuf dipungut saudagar lalu dijual ke pembesar Mesir. Nabi Yusuf bahkan memberikan pernyataan yang sangat indah, “Dia (Yusuf) berkata, ‘Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang’." (12:92).
Kepribadian Nabi Yusuf sangat dibutuhkan di dalam sebuah masyarakat yang mengalami krisis multidimensi. Tidak perlu mencurahkan segenap waktu dan pikiran datang jauh-jauh belajar menyelesaikan krisis dari negara-negara lain. Konsep problem solving berbagai krisis sebenarnya sangat kaya di dalam Alquran. Hanya saja, kita tidak mau serius mendalaminya.

Sudah saatnya kita harus berusaha menyelesaikan persoalan sendiri tanpa bergantung pada teori dan sistem yang diimpor dari luar yang justru bisa menambah beban dan menimbulkan masalah baru.

Perundungan dan Duel ala Gladiator di Kalangan Siswa

Perundungan dan Duel ala Gladiator di Kalangan Siswa
SEKOLAH tampaknya telah gagal menanamkan arti penting nilai persaudaraan, kerja sama, dan kasih sayang di antara sesama. Munculnya berbagai kasus perundungan dan perkelahian ala gladiator di kalangan siswa belakangan ini membuktikan ada sesuatu yang salah dari proses pembelajaran yang berkembang dan dikembangkan di berbagai sekolah.

Di Bogor, misalnya, masyarakat kembali dikejutkan berita terjadinya kasus perkelahian antarpelajar yang memakan korban siswa yang masih belia. MRS (16) siswa SMP Asy-Syuhada Rumpin, dilaporkan tewas terkena sabetan celurit ketika terlibat dalam duel dengan pelajar dari sekolah lain di Kampung Leuwihalang, Desa Gonang, Rumpin.

Kejadian yang sama sebelumnya juga dialami seorang pelajar berinisial HCER (15) yang tewas dalam duel maut ala gladiator. Korban yang sudah sekarat karena terkena pukulan dan tendangan, alih-alih dikasihani, justru tetap dihajar hingga benar-benar terkapar KO dan mengembuskan napas terakhirnya.

Di luar kasus perkelahian ala gladiator, di media sosial tak sekali-dua kali tersebar video pendek yang berisi kasus penganiayaan dan perundungan yang dilakukan sejumlah siswa kepada siswa lain yang kemudian rekamannya diunggah sendiri oleh salah seorang pelakunya hingga menjadi viral.

Di berbagai daerah, dapat dipastikan masih banyak kasus-kasus perundungan lain yang terjadi di lembaga pendidikan di tanah air. Kasus perkelahian dan perundungan yang dialami sejumlah siswa atau mahasiswa boleh jadi masih merupakan dark number. Masih banyak yang belum terungkap karena tidak sampai masuk ke ranah dunia maya yang bisa diakses publik.

Berbagai kasus perpeloncoan yang terjadi di setiap awal penerimaan siswa atau mahasiswa baru, kasus pemalakan yang terjadi di antara sesama siswa, dan bentuk-bentuk bullying lain yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan ialah bukti yang bisa ditelusuri dan bisa dipastikan masih tetap terjadi hingga sekarang.
Meskipun pemerintah telah berusaha mengurangi kasus ini dengan kebijakan melarang aktivitas perpeloncoan dan lain sebagainya diberlakukan, karena kejadian ini masih dianggap sebagai bagian dari tradisi dan juga karena kurangnya pengawasan, dari waktu ke waktu kejadian itu masih tetap berlangsung.

Perundungan di Dunia Maya

Siapa pun korban dan siapa pula pelaku tindak kekerasan dan kasus-kasus perundungan di lembaga pendidikan, semua harus ditangani agar kejadian serupa tidak terus terjadi di kemudian hari.
Kasus perkelahian dan tindak perundungan itu mendesak segera dicarikan solusi. Korban perundungan di lembaga pendidikan bukan hanya tidak nyaman dengan lingkungan di sekitarnya dan tumbuh inferior.
Tidak jarang anak-anak yang menjadi korban perundungan kemudian juga lari dari masalah yang dihadapi dengan menarik diri dari lingkungan sosial, atau bahkan bunuh diri. Di era masyarakat digital, kasus perundungan yang terjadi di lembaga pendidikan kita tahu jumlahnya tidak berkurang, justru dalam kenyataan yang terjadi sebaliknya.

Kemajuan dan penggunaan teknologi dan informasi (TI) yang makin masif serta kehadiran internet semakin membuka peluang dan ruang bagi terjadinya bentuk-bentuk perundungan baru. Tren yang terjadi di lapangan bukan hanya perundungan secara fisik, verbal, psikis, dan seksual, melainkan tidak jarang juga perundungan yang berbasis dunia maya.

Kasus perundungan yang terjadi di media sosial, dengan pelaku memproduksi dan menyirkulasikan teks-teks yang mem-bullying siswa atau mahasiswa lain, diakui atau tidak kini telah menjadi salah satu tren baru yang makin meluas.

Di dunia maya, kasus perundungan memang tidak berupa tindakan kasar, seperti pemalakan atau tindakan kekerasan lainnya. Namun, seorang korban yang di-bullying di dunia maya bukan tidak mungkin justru menanggung beban lebih berat karena merasa dipermalukan dan diperlakukan tidak adil oleh lingkungan sekitarnya.

Di dunia maya, bentuk perundungan yang terjadi mulai menjadi bahan pergunjingan komunitas cyberspace, penghinaan, perkataan tidak senonoh, hingga penyebarluasan foto yang memalukan, yang efeknya jauh lebih dahsyat. Itu mungkin bisa diakses ratusan, ribuan, atau bahkan jutaan netizen lain.
Seseorang yang menjadi korban bullying di dunia maya niscaya dengan mudah menjadi viral sehingga efek menekan ruang psikologis korban. Meski mungkin di kalangan anak-anak kasus bullying di dunia maya sering kali dianggap hanya guyonan atau tidak serius, karena efek sirkulasi unggahan di media sosial dengan cepat dapat tersebar, dampaknya pun menjadi sangat berbeda.

Seseorang sekali saja dipermalukan di media sosial, tetapi ketika hal itu disirkulasikan dan diresirkulasikan orang lain, efek yang terjadi benar-benar dahsyat. Selain cepat menyebar dan bisa diketahui orang lain, bullying yang diserbarluaskan melalui media sosial niscaya terus terpatri sepanjang masa.

Literasi Kritis

Menangani dan mencegah kasus perkelahian pelajar dan bullying yang terjadi di lembaga pendidikan harus diakui bukan hal yang mudah. Di era perkembangan masyarakat informasi, bentuk-bentuk perundungan yang terjadi di antara sesama pelajar makin berkembang dan membutuhkan penanganan yang benar-benar fundamental.

Dari sisi pelaku, banyak kajian telah membuktikan bentuk-bentuk pengasuhan yang keliru dan kurangnya kasih sayang dalam keluarga memang berpotensi melahirkan anak-anak pelaku perundungan. Sementara itu, lingkungan sosial yang tidak kondusif dan memudarkan kepekaan serta perasaan welas asih di kalangan anak-anak ialah faktor tambahan yang membuat perundungan lantas tidak bisa dibedakan dengan guyonan yang sehat dan menyenangkan.

Untuk mengurangi atau menghapuskan berbagai bentuk perundungan di lembaga pendidikan, jelas peran orang tua dan guru menjadi sangat strategis. Namun demikian, untuk memastikan agar anak-anak kita tidak tumbuh di jalur yang keliru, pendidikan yang berbasis pengembangan literasi kritis siswa juga tidak kalah penting.
Sebagai insan pendidikan, semua siswa niscaya memiliki basis moral dan referensi sosial tentang norma dan nilai universal yang menghargai hak sesama. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, pengetahuan dan acuan tentang nilai dan norma sosial itu tidak jarang memudar karena kekeliruan mereka menyikapi kehidupan, dan juga karena pengaruh media massa, gim-gim yang bermuatan kekerasan, cerita sinetron, dan pengaruh peer-group yang salah.

Dengan memiliki literasi kritis, siswa diharapkan secara mandiri dapat menyikapi berbagai godaan dan pengaruh buruk yang berkembang di sekitar mereka melalui pengetahuan dan sikap kritis yang kuat. Literasi kritis tidak hanya membuat siswa mampu berpikir jernih dan menakar apa yang mereka lakukan benar atau salah.
Namun, dengan berbekal literasi kritis, siswa niscaya juga mampu melawan pengaruh buruk media sosial, termasuk ajakan melakukan tindak kekerasan dan perundungan kepada sesama.